Dalam kehidupan ini kita tidak tahu apa rencana Tuhan pada kita. Terkadang apa terlihat di depan mata tidak seperti yang terlihat.
Hal yang sama sempat aku alami pada pembantuku yang sudah mengabdi pada keluargaku kira-kira sudah 15 tahun, dan 15 tahun lamanya pembantu yang ku anggap bisu itu ternyata tidak bisu. Berikut kisahnya.
Diceritakan, Aku memang bukan anak dari keluarga yang kaya raya, tapi kebutuhanku dalam sehari-hari dapat terpenuhi. Hal ini karena usaha kerajinan yang ditekuni ayahku dapat berjalan lancar dalam 10 tahun ini.
Di rumah ku juga ada seorang pembantu bisu yang sudah mengabdi pada keluargaku selama 15 tahun ini. Sebenarnya ibu tidak membutuhkan pembantu untuk mengurusi rumah tangga, namun ibu pernah bilang kalau ibu merasa kasihan padanya, sehingga ibu menerimanya bekerja disitu.
Walaupun bisu, pembantu yang kerap aku panggil bibi itu sangat cekatan dalam bekerja, pekerjaan rumah seperti mengepel, menyapu, memasak, dan bahkan mencuci dapat ia selesaikan dengan mudah. Sepertinya ia sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga.
Pada suatu hari bibi tiba-tiba pingsan ketika sedang meyiapkan sarapan. Karena hawatir, ayah segera membawanya ke rumah sakit terdekat untuk segera mendapatkan perawatan, dan aku pun ikut ayah memeriksakan bibi.
Setelah sampai di rumah sakit, bibi segera dibawa ke ruang ICU oleh para petugas yang terkait. Tidak lama kemudian dokter keluar dari ruang ICU dan menjelaskan apa yang sedang di alami oleh bibi.
"Apa bapak dan ibu keluarga dari wanita itu", tanya dokter pada kedua orang tuaku.
"Benar dok, sebenaranya apa yang terjadi pada bibi", jawab Ayah.
"Sebelumnya saya mohon maaf, setelah kami melakukan pemeriksaan dan lab, ternyata wanita itu menderita penyakit kanker yang cukup parah", jawab dokter.
"Kira-kira penyakit bibi apa bisa disembuhkan ya dok, berapapun biayanya kami akan menanggunggnya", sahut ibu bertanya pada dokter.
"Entahlah, karena penyakit yang diderita sudah menyebar. Andai gejalanya dapat diketahui sejak dulu mungkin dapat diatasi, tapi kami akan berusaha sekuat tenaga kami, permisi.", jawab dokter sambil melangkah pergi.
Setelah dokter pergi, aku beserta kedua orang tuaku menemui bibi untuk melihat keadaannya. Setelah bertemu, Ayah menjelaskan kepada bibi kalau biaya perawatan dan pengobatan akan ditanggung ayah. Tapi bibi menolaknya, ia menyarankan lebih baik uang itu digunakan untuk biaya sekolahku dan kebutuhanku yang lain.
Dari hari ke hari kondisi bibi semakin parah. Tubuhnya semakin kurus dan ia cuma bia berbaring, aku melihat pemandangan itu merasa kasihan, dan begitu hawatir pada keadaan bibi.
Ketika Aku juga Ayah dan Ibu pergi berkunjung, Aku sangat kaget bibi yang selama ini aku anggap bisu ternyata ia dapat bicara. Ia berkata padaku dengan nada suara yang pelan tapi masih bisa terdengar, "Dek, bibi senang melihat kamu tumbuh besar dan kamu bisa hidup bahagia dengan kedua orang tuamu. Tapi sebelumnya bibi boleh mohon satu hal, maukah adek memanggil bibi dengan sebutan ibu".
Aku bingung kenapa Aku harus memanggil bibi yang bukan orang tuaku dengan sebutan Ibu. Kemudian bibi menjelaskan, bahwa Aku adalah anak kandungnya. Aku adalah bayi yang 15 tahun lalu yang ia taruh di depan rumahku dan kemudian diambil Ibu ku. Bibi terpaksa melakukan hal itu karena terhimpit masalah biaya, ia takut kalau tidak bisa merawat Aku dan malah terjadi apa-apa padaku. Sehingga Bibi memutuskan meninggalkanku di depan rumah orang tuaku yang ternyata adalah orang tua angkatku.
Bibi juga mengaku, Ia pura-pura bisu agar dapat bekerja di rumahku dan agar dapat bertemu dengan ku. Mendengar perkataan bibi, ibu tidak dapat menahan haru, dalam seketika air matanya mengalir. Sambil menangis Ibu menyuruhku memanggil bibi dengan sebutan 'Ibu'.
Setelah aku memanggilnya Ibu, sebelum bibi meninggal ia berpesan supaya aku tetap sayang pada orang tua angkatku dan supaya Aku tetap menganggap mereka sebagai orang tua kandungku. Tiap aku ingat hal itu, Aku merasa sedih, bukan tentang aku yang ternyata anak angkat, namun tentang pengorbanan bibi selama 10 tahun yang pura-pura bisu demi untuk bertemu dan bisa merawatku.
Aku menyadari, ternyata pengorbanan seorang Ibu sangatlah luarbiasa. Demi kebahagiaan anaknya ia rela melakukan apapun, ia tidak memikirkan penderitaannya yang penting anaknya bahagia.
sumber
